A. Terapi
Humanistik Eksistensialis
1.
Konsep
dasar pandangan humanistik eksistensi tentang perilaku/kepribadian :
-
Kesadaran
Diri
Manusia memiliki
kesanggupan untuk menyadari dirinya sendiri, dimana suatu kesanggupan yang unik
dan nyata yang memungkinkan manusia mampu berfikir dan memutuskan. Semakin kuat
kesadaran diri pada seseorang, maka akan semakin besar pula kebebasan yang ada pada
orang itu.
-
Kebebasan, tanggung jawab, dan kecemasan
Kesadaran atas
kebebasan dan tanggung jawan bisa menimbulkan kecemasan yang menjadi atribut
dasar pada manusia.
-
Penciptaan makna
Manusia itu unik,
mereka berusaha untuk menemukan tujuan hidup dan menciptakan nilai-nilai yang
akan memberi makna bagi kehidupannya. Kegagalan dalam menciptakan hubungan yang
bermakna akan menimbulkan kondisi isolasi, depersonalisasi, alinesi, dan
kesepian. Untuk itu manusia harus mengaktualisasi diri dengan mengungkapkan potensi-potensi
manusiawinya.
2.
Unsur-unsur
terapi:
a. Munculnya gangguan
Model humanistik kepribadian,
psikopatologi, dan psikoterapi awalnya menarik sebagian besar konsep-konsep
dari filsafat eksistensial, menekankan kebebasan bawaan manusia untuk memilih,
bertanggung jawab atas pilihan mereka, dan hidup sangat banyak pada saat ini.
Hidup sehat di sini dan sekarang menghadapkan kita dengan realitas eksistensial
menjadi, kebebasan, tanggung jawab, dan pilihan, serta merenungkan eksistensi
yang pada gilirannya memaksa kita untuk menghadapi kemungkinan pernah hadir
ketiadaan. Pencarian makna dalam kehidupan masing-masing individu adalah tujuan
utama dan aspirasi tertinggi. Pendekatan humanistik kontemporer psikoterapi
berasal dari tiga sekolah pemikiran yang muncul pada 1950-an, eksistensial,
Gestalt, dan klien berpusat terapi.
b. Tujuan Terapi
- Membantu individu menemukan nilai, makna, dan tujuan
hidup manusia sendiri.
-Menyajikan kondisi-kondisi untuk memaksimalkan
kesadaran diri dan pertumbuhan.
- Menghapus penghambat-penghambat aktualisasi potensi
pribadi.
-Membantu klien menemukan dan menggunakan kebebasan
memilih dan bertanggung jawab atas arah kehidupan sendiri.
Agar klien mengalami
keberadaannya secara otentik dengan menjadi sadar atas keberadaan dan
potensi-potensi serta sadar bahwa ia dapat membuka diri dan bertindak
berdasarkan kemampuannya. Terdapat tiga karakteristik dari keberadaan otentik: menyadari sepenuhnya keadaan sekarang, memilih bagaimana hidup
pada saat sekarang, dan memikul tanggung jawab untuk memilih.
c. Peran Terapis
Menurut Buhler dan Allen, para
ahli psikoterapi Humanistik memiliki orientasi bersama yang mencakup hal-hal
berikut :
•Mengakui
pentingnya pendekatan dari pribadi ke pribadi
•Menyadari
peran dan tanggung jawab terapis
•Mengakui
sifat timbale balik dari hubungan terapeutik.
•Berorientasi
pada pertumbuhan
•Menekankan keharusan terapis terlibat dengan klien
sebagai suatu pribadi yang menyeluruh.
•Mengakui bahwa putusan-putusan dan pilihan-pilihan
akhir terletak di tangan klien.
•Memandang terapis sebagai model, bisa secara implicit
menunjukkan kepada klien potensi bagi tindakan kreatif dan positif.
•Mengakui kebebasan klien untuk mengungkapkan pandagan
dan untuk mengembangkan tujuan-tujuan dan nilainya sendiri.
•Bekerja kearah mengurangi kebergantungan klien serta
meningkatkan kebebasan klien.
3. Teknik-teknik terapi :
Teori humanistik eksistensial
tidak memiliki teknik-teknik yang ditentukan secara ketat. Prosedur-prosedur
konseling bisa dipungut dari beberapa teori konseling lainnya, seperti teori
Gestalt dan Analisis Transaksional. Tugas konselor disini adalah menyadarkan
konseling bahwa ia masih ada di dunia ini dan hidupnya dapat bermakna apabila
ia bisa memaknainya.
B.
Person Centered Therapy (Rogers)
1. Konsep dasar
pandangan Carl Rogers tentang perilaku/kepribadian :
Berbagai istilah dan
konsep yang muncul dalam penyajian teori Rogers mengenai kepribadian dan
perilaku yang sering memiliki arti yang unik dan khas dalam orientasi sebagai
berikut :
a.
Pengalaman
Pengalaman mengacu pada dunia pribadi
individu. Setiap saat, sebagian dari hal ini terkait akan kesadaran. Misalnya,
kita merasakan tekanan pena terhadap jari – jari kita seperti yang kita tulis.
Beberapa mungkin sulit untuk membawa ke dalam kesadaran, seperti ide, “Aku
orang yang agresif”. Sementara kesadaran masyarakat yang sebenarnya dari total
lapangan pengalaman mereka mungkin terbatas, setiap individu adalah satu –
satunya yang bisa tahu itu seluruhnya.
b.
Realitas
Untuk tujuan psikologis, realitas pada
dasarnya adalah dunia pribadi dari persepsi individu, meskipun untuk tujuan
sosial realitas terdiri dari orang – orang yang memiliki persepsi tingkat
tinggi kesamaan antara berbagai individu. Dua orang akan setuju pada kenyataan
bahwa orang tertentu adalah politisi. Satu melihat dirinya sebagai seorang
wanita baik yang ingin membantu orang dan berdasarkan kenyataan orang menilai
untuk dirinya. Kenyataannya orang lain adalah bahwa politisi menyisihkan uang
untuk rakyat dalam memiliki tujuan untuk memenangi hati dari rakyat. Oleh
karena itu orang ini memberi suara padanya (wanita). Dalam terapi, di sebut
sebagai merubah perasaan dan merubah persepsi.
c.
Organisme Bereaksi sebagai Terorganisir yang utuh
Seseorang mungkin lapar, tetapi karena
harus menyelesaikan laporan. Maka, orang tersebut akan melewatkan makan siang.
Dalam psikoterapi, klien sering menjadi lebih jelas tentang apa yang lebih
penting bagi mereka. Sehingga perubahan perilaku di arahkan dalam tujuan untuk
di klasifikasikan. Seorang politisi dapat memutuskan untuk tidak mrncalonkan
diri untuk mendapatkan jabatan karena ia memutuskan bahwa kehidupan keluarganya
lebih penting dari pada mencalonkan diri sebagai pejabat.
d.
Organisme
mengaktualisasi kecenderungan (The Organism Actualizing Tendency)
Ini adalah prinsip utama dalam tulisan
– tulisan dari Kurt Goldstein, Hobart Mowrer, Harry Stack Sullivan, Karen
Horney, dan Andras Angyai. Untuk nama hanya beberapa. Perjuangan untuk
mengajarkan anak dalam belajar jalan adalah sebuah contoh. Ini adalah keyakinan
Rogers dan keyakinan sebagaian besar teori kepribadian yang lain. Di beri
pilihan bebas dan tidak adanya kekuatan eksternal. Individu lebih memilih untuk
menjadi sehat daripada sakit, untuk menjadi independen dari pada bergantung.
Dan secara umum untuk mendorong pengembangan optimal dari organisme total.
e.
Frame Internal Referensi
Ini adalah bidang persepsi individu.
Ini adalah cara dunia muncul dan sebuah makna yang melekat pada pengalaman dan
melibatkan perasaaan. Dari titik orang memiliki pusat pandangan. Kerangka acuan
internal memberikan pemahamana sepenuhnya tentang mengapa orang berperilaku
seperti yang mereka lakukan. Hal ini harus di bedakan dari penilaian eksternal
perilaku, sikap, dan kepribadian.
f.
Konsep Diri
Istilah – istilah mengacu pada gesalt,
terorganisir konsisten, konseptual terdiri dari persepsi karakteristik “I” atau
“saya” dan persepsi tentang hubungan dari “I” atau “Aku” kepada orang lain dan
berbagai aspek kehidupan, bersama dengan nilai – nilai yang melekat pada
persepsi ini. Menurut Gesalt kesadaran merupakan cairan dan proses perubahan.
g.
Symbolization
Ini adalah proses di mana individu
menjadi sadar. Ada kecenderungan untuk menolak simbolisasi untuk pengalaman
berbeda dengan konsep dirinya. Misalnya, orang – orang menganggap dirinya benar
akan cenderung menolak simbolisasi tindakan berbohong. Pengalaman ambigu
cenderung di lambangkan dengan cara yang konsisten dengan konsep diri. Seorang
pembicara kurang percaya diri dapat di lambangkan khalayak diam sebagai
terkesan, orang yang percaya diri dapat melambangkan sebuah kelompok yang penuh
perhatian dan tertarik.
h.
Penyesuaian Psikologis & Ketidakmampuan Menyesuaikan diri
Hal ini mengacu pada konsistensi, atau
kurangnya konsistensi, antara pengalaman individu sensorik dan konsep diri.
Sebuah konsep diri yang mencakup unsur – unsur kelemahan dan ketidaksempurnaan
memfasilitasi simbolisasi dari pengalaman kegagalan. Kebutuhan untuk menolak
atau mendistorsi pengalaman seperti tidak ada dan karena itu menumbuhkan
kondisi penyesuaian psikologis.
i.
Organismic Valuing Process
Ini adalah proses yang berkelanjutan
di mana individu bebas bergantung pada bukti indra mereka sendiri untuk membuat
penilaian. Hal ini yang berbeda dengan sistem fixed menilai intrijected di
tandai dengan “kewajiban” dan “keharusan” dan juga dengan apa yang seharusnya
benar / salah. Proses menilai organismic konsisten dengan hipotesis.
j.
The Fully Functioning Person
Rogers mendefinisikan mereka yang
bergantung pada Organismic valuing process seperti Fully functioning person.
Dapat mengalami semua perasaan mereka, ketakutan, memungkinkan kesadaran
bergerak bebas di dalam pikiran mereka dan melalui pengalaman mereka.
2. Unsur – Unsur Terapi (Person – Centered)
a.
Peran Terapis
Menurut Rogers, peran terapis bersifat
holistik, berakar pada cara mereka berada dan sikap – sikap mereka, tidak pada
teknik – teknik yang di rancang agar klien melakukan sesuatu. Penelitian
menunjukkan bahwa sikap – sikap terapislah yang memfasilitasi perubahan pada
klien dan bukan pengetahuan, teori, atau teknik – teknik yang mereka miliki.
Terapis menggunakan dirinya sendiri sebagai instrument perubahan. Fungsi mereka
menciptakan iklim terapeutik yang membantu klien untuk tumbuh. Rogers, juga
menulis tentang I-Thou. Terapis menyadari bahasa verbal dan nonverbal klien dan
merefleksikannya kembali. Terapis dan klien tidak tahu kemana sesi akan terarah
dan sasaran apa yang akan di capai. Terapis percaya bahwa klien akan
mengembangkan agenda mengenai apa yang ingin di capainya. Terapis hanya
fasilitator dan kesabaran adalah esensial.
b.
Tujuan Terapis
Rogers berpendapat bahwa terapis tidak
boleh memaksakan tujuan – tujuan atau nilai – nilai yang di milikinya pada
pasien. Fokus dari terapi adalah pasien. Terapi adalah nondirektif, yakni
pasien dan bukan terapis memimpin atau mengarahkan jalannya terapi. Terapis
memantulkan perasaan–perasaan yang di ungkapkan oleh pasien untuk membantunya
berhubungan dengan perasaan – perasaanya yang lebih dalam dan bagian – bagian
dari dirinya yang tidak di akui karena tidak diterima oleh masyarakat. Terapis
memantulkan kembali atau menguraikan dengan kata – kata pa yang di ungkapkan
pasien tanpa memberi penilaian.
3.
Teknik
– Teknik Terapi
Untuk terapis person – centered,
kualitas hubungan terapis jauh lebih penting daripada teknik. Rogers, percaya
bahwa ada tiga kondisi yang perlu dan sudah cukup terapi, yaitu :
1.
Empathy
Empati adalah kemampuan terapis untuk
merasakan bersama dengan klien dan menyampaikan pemahaman ini kembali kepada
mereka. Empati adalah usaha untuk berpikir bersama dan bukan berpikir tentang
atau mereka. Rogers mengatakan bahwa penelitian yang ada makin menunjukkan
bahwa empati dalam suatu hubungan mungkin adalah faktor yang paling berpengaruh
dan sudah pasti merupakan salah satu faktor yang membawa perubahan dan
pembelajaran.
2.
Positive
Regard (acceptance)
Positive Regard yang di kenal juga
sebagai akseptansi adalah geunine caring yang mendalam untuk klien sebagai
pribadi – sangat menghargai klien karena keberadaannya
3.
Congruence
Congruence / Kongruensi adalah kondisi
transparan dalam hubungan tarapeutik dengan tidak memakai topeng atau pulasan –
pulasan. Menurut Rogers perubahan kepribadian yang positif dan signifikan hanya
bisa terjadi di dalam suatu hubungan.
C.
Logoterapi (Frankl)
1. Konsep dasar pandangan Frankl tentang
perilaku/kepribadian :
Pandangan Frankl tentang kesehatan
psikologis menekankan pentingnya kemauan
akan arti. Tentu saja ini merupakan kerangka, di dalamnya segala sesuatu
yang lain diatur. Frankl berpendapat
manusia harus dapat menemukan makna hidupnya sendiri dan setelah
menemukan lalu mencoba untuk memenuhinya. Bagi Frankl setiap kehidupan
mempunyai makna, dan kehidupan itu adalah suatu tugas yang harus dijalani.
Mencari makna dalam hidup inilah prinsip utama teori Frankl Logoterapi. Logoterapi memiliki tiga
konsep dasar, yakni
Kebebasan
berkehendak (Freedom of Will)
Dalam pandangan logoterapi,
manusia adalah mahluk yang istimewa karena mempunyai kebebasan. Kebebasan yang
dimaksud dalam freedom of will
seperti:
-
Kebebasan yang
bertanggungjawab.
-
Kebebasan untuk
mengambil sikap (freedom to take a stand)
atas kondisi-kondisi tersebut.
-
Kebebasan untuk
menentukan sendiri apa yang dianggap penting dalam hidupnya.
Kehendak Hidup Bermakna (The Will to Meaning)
Konsep keinginan kepada makna (the will to meaning)
inilah menjadi motivasi utama kepribadian manusia (Frankl, 1977). Dalam
psikoanalisa memandang manusia adalah pencari kesenangan. Pandangan psikologi
individual bahwa manusia adalah pencari kekuasaan. Menurut logoterapi bahwa
kesenangan merupakan efek dari pemenuhan makna, sedangkan kekuasaan merupakan
prasyarat bagi pemenuhan makna. Mengenal makna, menurut Frankl bersifat menarik
dan menawari bukannya mendorong. Karena sifatnya menarik maka individu
termotivasi untuk memenuhinya. Agar individu menjadi individu yang bermakna,
maka melakukan berbagai kegiatan yang syarat dengan makna.
Makna Hidup (The Meaning Of Life)
Makna yaitu suatu hal yang didapat dari pengalaman hidupnya baik
dalam keadaan senang maupun dalam penderitaan. Makna hidup dianggap identik
dengan tujuan hidup. Makna hidup bisa berbeda antara satu dengan yang lainya
dan berbeda setiap hari, bahkan setiap jam. Karena itu, yang penting secara
umum bukan makna hidup, melainkan makna khusus dari hidup pada suatu saat
tertentu. Setiap individu memiliki pekerjaan dan misi untuk menyelesaikan tugas
khusus. Dalam kaitan dengan tugas tersebut dia tidak bisa digantikan dan
hidupnya tidak bisa diulang. Karena itu, manusia memiliki tugas yang unik dan
kesempatan unik untuk menyelesaikan tugasnya (Frankl, 2004).
B.
Unsur-Unsur Terapi:
1. Munculnya gangguan / kecemasan
Saat individu tidak memiliki keinginan terhadap
sesuatu (apapun), karena keinginan akan mendorong setiap manusia untuk
melakukan berbagai kegiatan agar hidupnya di rasakan berarti dan berharga. Menurut
Frankl (2004) terdapat dua tahapan pada sindroma ketidakbermaknaan, yaitu:
a.
Frustasi
eksistensial (exsistential
frustration) atau disebut juga kehampaan eksistensial (exsistetial vacuum).
Menurut Koesworo,1992, exsistential frustration adalah fenomena umum yang berkaitan dengan
keterhambatan atau kegagalan individu dalam memenuhi keinginan akan
makna.
b.
Neurosis
noogenik (noogenic neuroses)
Yaitu suatu manifestasi khusus dari frustasi
eksistensial yang ditandai dengan simptomatologi neurotik klinis tertentu yang
tampak (Koesworo,1992). Frankl menggunakan istilah ini untuk membedakan dengan
keadaan neurosis somatogenik, yaitu neurosis yang berakar pada kondisi
fisiologis tertentu dan neurosis psikogenik yaitu neurosis yang bersumber pada
konflik-konflik psikologis.
2. Tujuan terapi
a.
Memahami adanya
potensi dan sumber daya rohaniah yang secara universal ada pada setiap
orang terlepas dari ras, keyakinan, dan agama yang dianutnya.
b.
Menyadari bahwa
sumber-sumber dan potensi itu sering ditekan, terhambat, dan diabaikan,
bahkan terlupakan.
c.
Memanfaatkan
daya-daya tersebut untuk bangkit kembali dari penderitaan untuk mampu tegak
kokoh menghadapi berbagai kendala, dan secara sadar mengembangkan diri untuk
meraih kualitas hidup yang lebih bermakna.
3. Peran terapis
Terapis memberikan
sugesti-sugesti terhadap klien, bahwa setiap manusia mempunyai kebebasan untuk
menentukan sendiri apa yang dianggap penting dalam hidupnya.
C.
Teknik-teknik Terapi
Dalam logoterapi, klien diajarkan bahwa setiap kehidupan dirinya
mempunyai maksud, tujuan, dan makna yang harus diupayakan untuk ditemukan dan
dipenuhi. Hidup tidak lagi kosong jika sudah menemukan sebab dan sesuatu yang
dapat mendedikasikan eksistensi kita. Victor Frankl dikenal sebagai terapis
yang memiliki pendekatan klinis yang detail. Teknik-teknik yang digunakan
antara lain:
a.
Intensi paradoksal
Mampu menyelesaikan lingkaran neurotis yang disebabkan
kecemasan anti sipatori dan hiper-intensi. Intensi paradoksal adalah keinginan
terhadap sesuatu yang ditakuti.
Contohnya:
-
Seorang pemuda yang
selalu gugup ketika bergaul.
-
Masalah tidur.
Menurut Frankl, kalau menderita
insomnia, seharusnya tidak mencoba berbaring ditempat tidur, memejamkan mata,
mengosongkan pikiran dan sebagainya. Seharusnya berusaha menjaganya selama
mungkin. Setelah itu baru merasakan adanya kekuatan yang mendorong untuk
melangkah kekasur.
b.
De-refleksi.
Frankl
percaya sebagian besar persoalan kejiwaan berawal dari perhatian yang terfokus
pada individu. Dengan mengalihkan perhatian dari individu dan mengarahkannya
pada orang lain, persoalan-persoalan itu akan hilang dengan sendirinya.
Misalnya, mengalami masalah seksual, cobalah memuaskan pasangan tanpa
memperdulikan kepuasan individu atau cobalah tidak memuaskan siapa saja, tidak
diri anda, tidak juga diri pasangan.
Referensi:
Bastaman, H.D. (2007). Logoterapi
“Psikologi untuk Menemukan Makna Hidup dan Meraih Hidup Bermakna”. Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada.
Corey, Gerald. 2009. Teori dan Praktek Konseling
dan Psikoterapi. Bandung: Refika Aditama.
Corsini, R. (2000). CURRENT PSYCHOTHERAPIES. Itasca ,
Illinois: F.E. PeacockPublishers.
Frankl.
Emil. (2004). On the theory and therapy of mental disorders: an introduction to
logotherapy and existential analysis. Brunner-Routledge 270 Madison Avenue. New
York.
Murad, J. (2006). Dasar – Dasar Konseling. Jakarta:
Universitas Indonesia.
Palmer, Stephen. 2010. Pengantar Konseling
dan Psikoterapi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Semiun, Y. (2010). Kesehatan Mental 3. Yogyakarta:
Kanisius.
Videbeck,
L.S. (2008). Keperawatan Jiwa. Jakarta : Anggota IKAPI.