Kamis, 14 April 2016

Pendekatan Client Centered Therapy



 Kasus Pendekatan Client Centered Therapy
Gabby adalah siswa SMA Negeri favorit di Jakarta. Dia anak yang cerdas dengan kelebihan pada mata pelajaran eksakta yang diatas rata-rata, namun Gabby memiliki keterbatasan secara fisik, yakni kakinya tidak sempurna atau pincang. Kepincangan kaki Gabby akibat kecelakaan motor yang terjadi padanya saat SMP. Hal ini yang mengusik cita-citanya untuk menjadi arsitek. Di lingkungan SMA yang baru ini, Gabby seringkali mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan dari teman-temannya, diolok-olok “pincang”, disakiti dan dijauhi. Dengan kondisi seperti ini, Gabby hanya mau bergaul dengan orang yang dianggapnya nyaman untuk dirinya dan dengan orang-orang yang mau mendekatinya.
Dari aspek kehidupan Gabby, keluarganya memiliki kondisi ekonomi yang sederhana. Ibunya penjual ikan dan, ayahnya seorang montir. Gabby merupakan anak pertama dari dua bersaudara, adiknya sekarang duduk di bangku SMP. Kondisi yang dialami Gabby dilingkungan sekolah menimbulkan rasa putus asa terhadap kehidupannya, sehingga memberikan penilaian negative terhadap semua orang, kecuali keluarganya. Dari berbagai permasalahan tersebut tentu sangat mempengaruhi keadaan psikologis Gabby yang sempat berencana untuk berhenti sekolah.


  • PROSES KONSELING

Klien mengalami ketidakcocokan antara pandangan klien tentang dirinya sendiri (self-concept) atau pandangan yang disukai klien tentang dirinya. Klien masa depannya berkeinginan menjadi seorang artsitek, dan dia pun anak yang cerdas di sekolah namun dia dikucilkan teman-temannya karena kakinya yang pincang akibat kecelakaan dan membuatnya putus asa. Yang melandasi klien untuk konseling bisa saja karena perasaan tidak berdaya, tidak kuasa dan tidak berkemampuan untuk membuat putusan dan untuk mengarahkan hidupnya sendiri secara efektif . Konselor menciptakan iklim konseling hingga membuat klien bisa mengungkapan dan mengkomunikasikan penerimaan, respek dan pengertian serta berbagai upaya dengan klien dalam mengembangkan kerangka acuan internal dengan memikirkan, merasakan dan mengeksplorasi dalam lingkungan yang aman dan dipercaya aspek-aspek dunia pribadinya yang tersembunyi. Konselor harus mampu menerima tanpa syarat terhadap klien, serta mendorong klien secara perlahan-lahan pada pemahaman terhadap apa yang ada dibalik itu semua.
Konseling diharapkan klien mampu mengeksplorasi lingkungan lebih luas dan perasaannya, serta klien mampu menyatakan ketakutan dan kecemasannya yang dianggap negative untuk diterima dan dimasukan dalam struktur dirinya. Selanjutnya konselor berusaha memberikan iklim yang mendukung pertumbuhan ketika konseli berusaha berhubungan dengan perasaannya, dan menetapkan tujuan serta arah yang tampaknya tepat baginya.  Sehingga yang diharapkan, konseling dapat menemukan jalan keluarnya sendiri.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar